Nama
SUMBER KENCONO menjadi semakin populer.
Terkenal karena menurut orang awam sering mengalami kecelakaan yang
bahkan berakibat fatal. Dua terakhir adalah di by pass Mojokerto dengan
korban 20-an orang termasuk pengemudi, dan di Balerejo Madiun dengan 6
penumpang meninggal.
Namun, di balik kelemahan itu, mengapa sampai hari ini perusahaan bus
itu masih eksis beroperasi dan dipercaya masyarakat ? Bila dianalisis,
terdapat banyak kekuatan yang sangat dikuasai SUMBER KENCONO dengan
luwes nan mumpuni. Berikut ini saya mencoba menjabarkan :
1. Trayeknya melewati belasan kota, pusat kegiatan masyarakat
Jalur trayek yang dilayani oleh SK adalah termasuk jalur menengah, dengan tiga trayek :
Trayek terbanyak yakni : Surabaya – Sidoarjo – Mojokerto – Jombang –
Nganjuk – Madiun – Maospati (Magetan) – Ngawi – Sragen – Palur
(Karanganyar) – Solo – Klaten – Yogyakarta;
Surabaya – Solo – Sukoharjo – Wonogiri;
Surabaya – Solo – Boyolali – Salatiga – Semarang;
Trayek Surabaya – Yogyakarta sebagai trayek utama, untuk kelas
ekonomi dilayani bersama oleh dua perusahaan, yakni Sumber Kencono /
Sumber Selamat dan Mira. Dengan wilayah yang dilalui mencapai belasan
kabupaten / kota, otomatis modus tranportasi ini bisa menjadi andalan
masyarakat yang bepergian menggunakan angkutan umum di jalur ini.
Apalagi tujuan akhirnya adalah kota besar, yakni Surabaya dan Yogyakarta
dengan tujuan antara Solo dan Madiun. Surabaya dengan pusat ekonomi,
pendidikan, dan kesehatan di wilayah timur, Yogyakarta sebagai pusat
budaya dan pendidikan di wilayah tengah, Solo sebagai kekuatan ekonomi,
budaya dan pendidikan, serta Madiun sebagai kota menengah yang menjadi
titik hubung dengan kota-kota di sekitarnya.
Di trayek ini juga terdapat beberapa irisan dengan trayek bus besar
yang lain, di antaranya : Surabaya – Kediri – Tulungagung – Trenggalek,
Surabaya – Madiun – Ponorogo – Pacitan, Surabaya – Madiun – Magetan,
Sragen – Solo, Solo – Yogyakarta, serta trayek panjang Surabaya –
Yogyakarta – Cilacap.
Sementara trayek ke arah Wonogiri juga beririsan dengan bus Solo –
Wonogiri dan Solo – Wonogiri – Pacitan. Adapun ke arah Semarang juga
beririsan dengan bus jurusan Solo – Semarang.
Di wilayah trayek Jawa Tengah khususnya, bus dari Jawa Timur dibatasi
jam operasi dan daerah pengambilan penumpangnya. Ini demi menciptakan
sebuah persaingan yang fair dengan bus trayek pendek yang beririsan.
Beberapa kali di penghujung tahun 90-an / awal 2000, terjadi kericuhan
di wilayah Jawa Tengah karena belum ditaatinya kode etik ini. Akibatnya,
beberapa bus pendatang dirusak. Untunglah ini tidak berlangsung lama
setelah disepakati solusinya.
2. Jumlah Armada Banyak
Permintaan pasar akan transportasi yang melalui kota-kota tersebut
yang sangat besar, memerlukan jumlah armada yang mencukupi, dan
beroperasi 24 jam. Grup usaha Sumber Kencono mengoperasikan armada
sejumlah 230 unit. Jauh lebih banyak dibandingkan rivalnya, PO Mira yang
berada di kisaran seratus bawah.
Dengan jumlah armada sebanyak itu dan beroperasi 24 jam, bila
dihitung rata-rata, maka tiap 6 menit 16 detik lewat satu buah bus
Sumber Kencono. Atau bila dikombinasi dengan PO Mira yang 100-an unit,
tiap 4 menit 22 detik lewat satu bus Sumber Kencono atau Mira. Ini bisa
dibandingkan dengan keberadaan Busway yang di koridor paling ramaipun
bisa molor hingga setengah jam lebih setiap harinya.
3. Tarif Transparan dan Adil
Penggunaan karcis sebagai bukti pembayaran penumpang memang sudah
lama digunakan dalam transportasi bus. Namun, sekitar 15 tahun terakhir
sistem itu mulai menghilang dengan munculnya sistem setoran. Angkutan
bus besar di Jawa Timur, hingga kini mayoritas masih mempertahankan
sistem itu karena pendapatan yang didapatkan oleh pengusaha berdasarkan
karcis yang dijual. Tentunya ini harus didukung sistem kontrol yang
ketat. Sumber Kencono, sebagai salah satu operator angkutan juga
menggunakan sistem ini.
Penumpang, dalam hal pembayaran tarif hanya membayar sesuai jarak
dari mana berangkat dan di mana akan turun. Harganyapun sudah dipatok
resmi oleh perusahaan dan diawasi ketat batas atas-bawahnya oleh
Departemen Perhubungan. Sebagai contoh, bila kita naik dari Surabaya dan
turun di Perak Jombang, tarifnya berbeda dengan bila kita turun di
Kertosono Nganjuk, meskipun hanya terpaut jarak sekitar 10 km saja. Beda
tarif Rp. 500 pun akan dikembalikan oleh Kondektur.
Ini berbeda halnya dengan bus di wilayah propinsi lain yang gradasi
tarifnya antara kota yang berdekatan sangat jauh berbeda dan jarang
menggunakan karcis serta terkesan tawar-menawar, mahal, bahkan tidak
fair.
Untuk menjaga loyalitas penumpang, armada ini juga mengeluarkan
sistem Kartu Langganan yang biasa disebut KL yang bila ditunjukkan
sebelum membayar mendapatkan potongan di kisaran Rp. 2 ribu. Anggota TNI
dan Polri yang naik dan berseragam juga mendapatkan potongan tarif
istimewa sebesar 50 %.
4. Ketepatan Waktu menjadi Andalan
Sebenarnya ini adalah faktor utama mengapa masyarakat masih percaya
menggunakan armada ini. Meskipun sebenarnya ukuran waktu adalah sesuatu
yang relatif, apalagi mengingat kondisi jalan raya yang terkadang tidak
bisa diduga, serta banyaknya faktor rintangan yang dilalui. Namun,
Sumber Kencono mencoba memberikan solusi pelayanan meminimalkan waktu
tempuh dengan mengoptimalkan kondisi jalan dan lalu-lintas yang ada.
Contohnya, adalah meminimalkan parkir ngetem yang tidak perlu. Rute
Surabaya – Yogyakarta, bus hanya berhenti di terminal Madiun selama
maksimal 20 menit untuk memberi kesempatan awak bus makan minum
secukupnya. Selain itu relatif tidak berhenti lama. Terkadang ada bus
yang berhenti di terminal Nganjuk, dan bila sudah berhenti di sini,
biasanya di Madiun tidak berhenti lama. Tidak digunakannya sistem
setoran juga meminimalkan waktu berhenti ngetem ini.
Bus lain yang beririsan dengan trayek Sumber Kencono tidak seketat
ini jadwalnya. Contohnya untuk rute Surabaya – Kediri – Trenggalek,
paman saya yang berdomisili di Surabaya dan mengajar di Trenggalek
selalu menggunakan Sumber Kencono dan pindah bus di Kertosono daripada
menggunakan bus langsung Surabaya – Trenggalek karena lebih cepat.
Bahkan, secara umum masyarakat masih beranggapan kecepatan menjadi
diutamakan dibandingkan dengan kenyamanan khususnya bila mengejar waktu.
“Sing penting cepet tekan.” Begitu kira-kira yang ada di benak
masyarakat.
Optimalisasi waktu yang lainnya, adalah bus hanya mengisi bahan bakar
ketika penumpang sudah diturunkan di terminal. Bila bus sedang berisi,
betapa banyak waktu penumpang yang ikut tersita pada saat mengisi
bahan bakar ini.
5. Armada Sangat Prima
Usia bus yang dioperasikan Sumber Kencono semakin ke sini semakin
muda. Tentu semua mafhum bila semakin berusia, kehandalan sebuah
kendaraan menurun serta memerlukan biaya perawatan yang tidak sedikit.
Dari beberapa kali perbincangan dengan pengurus maupun kru SK, diperoleh
info bahwa maksimal usia bis adalah 5 tahun. Dan secara bertahap
diperbarui dan dimodernkan armadanya.
Dalam periode 2008 hingga sekarang, sudah puluhan kali (mendekati
seratusan) saya naik bus Sumber Kencono. Selama itu pula, tidak pernah
sekalipun saya mengalami bus dalam kondisi rusak mogok. Bahkan, hanya
untuk sekedar menambah tekanan angin ban saja, saya tidak pernah
mengalaminya. Hanya pernah sekali mengalami kerusakan knalpot, itupun
masih bisa meneruskan perjalanan hingga ke garasi dengan keterlambatan
hanya sekitar setengah jam saja.
6. Terbuka Menerima Masukan
Sepanjang saya keluyuran naik bus umum (dari tahun 1993 hingga
sekarang), di kolong langit Jawa ini hanya ada satu perusahaan yang
konsisten di seluruh armadanya secara terbuka dan terang-terangan
menuliskan permintaan kepada penumpang yang berbunyi:
“BILA SOPIR NGEBUT / UGAL-UGALAN,
MOHON HUBUNGI : 031-8973558, 8973559 ATAU SMS 081 5510 4883”
Dan di samping tulisan besar-besar itu, juga terdapat nomor polisi
bus yang bersangkutan. Tulisan ini berada di atas dashboard depan atau
di langit-langit di atas kaca depan. Tulisan yang sama juga terdapat di
karcis yang dibagikan kepada tiap penumpang. Saya juga beberapa kali
memberikan masukan lewat SMS ke nomor kontak tersebut. Dan bagusnya,
selalu ditanggapi tidak lebih dari 24 jam dengan ucapan terima kasih
atas masukannya.
Tentunya banyak pihak yang sudah memberikan masukan kepada PO Sumber
Kencono, termasuk Departemen & Dinas Perhubungan, Kepolisian, serta
instansi terkait agar berubah lebih baik lagi dan sudah dilaksanakan
oleh pengelola.
7. Fasilitas Semakin Bagus
Peremajaan armada Sumber Kencono dilakukan dengan meningkatkan
kualitasnya. Yang paling terlihat adalah adanya pendingin udara (Air
Conditioner) di mayoritas bus. Hingga pertengahan 2009, sebenarnya
jumlah armada AC Sumber Kencono masih kalah dibandingkan PO Mira. Tetapi
perlahan tapi pasti, kini mayoritas armada sudah menggunakan AC. Hanya
satu dua yang terlihat tanpa AC. Penumpang juga dimanjakan dengan TV
LCD 21 inch lengkap dengan sound systemnya yang sering memutar lagu
dangdut “Asolole”. Benar-benar merakyat. Jok kursinya juga mulus,
terbuat dari kulit sintetis yang mudah dibersihkan serta terawat rapi
sehingga tak ada lagi cerita jok bau apek dan kumal.
Kelengkapan keselamatan standard seperti pintu darurat di sebelah
kanan belakang, palu pemecah kaca, alat pemadam api ringan (APAR) juga
sudah tersedia di armada Sumber Kencono. Tidak kurang juga alat pemantau
posisi dan kecepatan berupa GPS (Global Positioning System) juga sudah
dipasang pada mayoritas armada untuk memonitor pergerakan dan
kesemuanya dapat berimplikasi pada tindakan sanksi apabila terdapat
pelanggaran.
8. Identitas Armada dan Kru Jelas
Seluruh bus Sumber Kencono dan Sumber Selamat memiliki identifikasi
yang jelas, termasuk warna cat yang seragam hingga nomor polisinya juga
tercantum jelas. Bila malam hari, keberadaan bus ini dari jauh juga
mudah dikenali, yakni dari billboard putih berlampu bertuliskan Sumber
Kencono di atas kaca depan sehingga calon penumpang lebih mudah untuk
mengenalinya.
Seragam kru bus juga demikian. Bila hingga dua tahun lalu masih
menggunakan seragam khas Jawa Timur warna merah oranye, kini semua awak
sudah mengenakan seragam khas warna Biru. Tidak hanya siang hari, malam
haripun mereka disiplin menggunakannya. Termasuk petugas lapangan yang
ada di terminal.
Di tengah maraknya kejahatan di atas kendaraan umum yang dilakukan
oknum awak angkutan, disiplin ala Sumber Kencono ini sangat layak
diteladani karena perusahaan yang lain tidak sedisiplin ini.
FAKTOR PENYEBAB
Memang, perilaku pengemudi menjadi faktor dominan dalam berbagai
peristiwa yang terjadi. Apakah itu pengemudi bus atau pengguna jalan
yang lain. Namun, di luar itu juga terdapat faktor dominan di antaranya :
1. Jalur sempit
Kapasitas jalan sudah tidak mencukupi. Lalu lintas kendaraan termasuk
truk bermuatan berat di jalur sempit membuat waktu tempuh bertambah
karena harus antri dan merayap perlahan. Instansi terkait terlambat
dalam mengantisipasi pertumbuhan lalu-lintas yang sangat pesat lima
tahun terakhir ini.
Meskipun jalan tol Surabaya – Solo sedang
dalam proses pembangunan yang entah kapan selesainya, tetapi jalan raya
non tol juga sudah selayaknya diperlebar sehingga minimal dapat
menampung empat lajur, dua ke arah barat, dan dua ke arah timur.
Jalanan menyempit ini tercatat berada di banyak titik sehingga menjadi
penyumbat arus lalu lintas dan sering memicu kecelakaan. Dua kejadian
fatal terakhir (Mojokerto dan Balerejo Madiun) yang melibatkan Sumber
Kencono berada pada daerah penyempitan lajur.
2. Minim Penerangan
Yang juga mengherankan, masyarakat sudah membayar biaya listrik
bulanan termasuk Penerangan Jalan Umum (PJU) yang bila dijumlahkan tidak
sedikit. Dari PLN, biaya ini sudah dikembalikan ke Pemda untuk
dikelola (diambil marginnya) lalu dibayarkan tagihannya kepada PLN
kembali. Namun sayangnya, mungkin baru sekitar 20 – 30 % saja sepanjang
jalur ini yang sudah diterangi dengan penerangan jalan yang memadai di
malam hari.
Kebiasaan tidak mempersiapkan kendaraan dengan baik khususnya faktor
penerangan dan keterlihatan ini juga memperburuk risiko berkendara.
Apalagi modifikasi kendaraan sudah sedemikian di luar batas. Dari yang
tanpa lampu depan atau belakang, hingga pemasangan lampu yang tidak
sesuai dengan standard seperti penggunaan lampu yang sangat terang
(berwarna putih) dan menyilaukan mata.
3. Banyaknya Perlintasan Rel Kereta Api
Sepanjang jalur Surabaya hingga Ngawi, terdapat sekitar 9 hingga 10
perlintasan kereta api aktif yang harus dilalui. Dan yang lebih parah
rel ini sejalur dengan rute jalan raya. Khususnya pada ruas Saradan
Madiun hingga Bagor Nganjuk, bila berpapasan searah dengan kereta api
maka kendaraan juga akan berpapasan kembali di persimpangan di depannya.
Akibatnya waktu berhenti semakin lama. Selain itu, di kawasan
persimpangan rel ini selain jalur menyempit, posisi rel menyerong
sehingga rawan tergelincir, minim penerangan. Padahal mengingat padatnya
lalu-lintas jalan raya, sudah selayaknya untuk dibangun jalan layang
atau terowongan di titik-titik .
4. Perilaku Berkendara
Cara pengguna jalan mengemudi juga mengambil peran yang signifikan
dalam menentukan selamat tidaknya di di jalan raya. Pelanggaran marka,
keterbatasan jarak pandang tetapi tetap memaksakan untuk menyalip, tidak
menyalakan lampu depan atau sein ketika berpindah lajur juga membuat
risiko meningkat drastis. Khususnya sepeda motor, sering pengendara
tidak memperhatikan spion ketika akan berpindah lajur, terlalu ke tengah
dan semisalnya.
5. Waktu Istirahat Kurang
Dari beberapa kali pembicaraan, pengemudi Sumber Kencono merasa cepat
lelah mengingat durasi mengemudi yang terlalu lama. Persiapan sebelum
berangkat, membersihkan diri, mengurus administrasi sebelum berangkat
katakanlah 30 menit. Perjalanan dari garasi di Krian ke terminal
Bungurasih hingga berangkat katakanlah 30 menit. Waktu tempuh Surabaya –
Yogyakarta atau Wonogiri dan Semarang rata-rata delapan jam tanpa
pengganti.
Istirahat untuk keberangkatan di terminal Madiun sekitar 10-15 menit
saja. Dua jam di terminal tujuan jika waktu masih memungkinkan, serta
10-15 menit di terminal Solo dalam perjalanan kembali. Sesampai di
Surabaya, bus kembali ke garasi yang berjarak sekitar 15 km. Katakanlah 8
jam Surabaya – Yogya, 2 jam istirahat di Yogya, 7 Jam Yogya –
Surabaya, 45 menit ke garasi termasuk mengisi bahan bakar. 30 menit
untuk membersihkan diri dan makan. Total memerlukan waktu 19.5 jam.
Sementara dengan siklus 24 jam, pengemudi sudah harus kembali
menjalankan kendaraannya. Ada sisa waktu 4.5 jam. Padahal, sekali
jadwal mengemudi tiba, sopir bisa menjalankan kendaraan selama 6 – 10
hari. Tentu sangat diperlukan stamina yang tinggi. Padahal bila
menggunakan dua pengemudi tentu kurang layak dari sisi pendapatan.
Mungkin, solusi yang cukup realistis dengan berbagai pertimbangan
adalah dengan membuat mess pengemudi di terminal akhir (Yogya, Semarang,
Wonogiri) dan menjadwalkan waktu istirahat minimal 4 jam. Bila memang
kendaraan sudah harus kembali, pengemudinya adalah yang berselisih
jadwal 2 jam sebelumnya. Sementara jam keberangkatan dari Surabaya
bergeser mundur 2 jam.
Berikut ini tabel ilustrasi jadwal pengemudi :
Kelemahannya sistem ini dalam 13 hari naik mengemudi, hanya
didapatkan 12 kali perjalanan pergi pulang (PP) karena satu siklus
memakan waktu 26 jam. Sementara menggunakan jadwal lama tiap 24 jam satu
PP. Adapun untuk kondektur dan kernet, dibuat tetap sesuai jadwal awal
karena tidak diperlukan tingkat keawasan dan risiko yang sangat tinggi
sebagaimana pengemudi meskipun jenis pekerjaannya termasuk berat.
Adapun batasan berapa hari pengemudi akan naik mengemudi, diserahkan
kepada manajemen dan pengemudi terkait.
6. Sistem Bagi Hasil
Ada beberapa pihak yang menuding (termasuk Wagub Jawa Timur Saifullah
Yusuf) bahwa sistem premi bagi hasil pendapatan kotor menjadi salah
satu penyebab pengemudi mengejar waktu. Mungkin ada benarnya juga.
Tetapi bila ditimbang manfaat maupun mudharatnya, akan lebih banyak
manfaat untuk semua pihak. Awak bus menjadi lebih tenang baik di masa
ramai penumpang ataupun di waktu sepi. Lain halnya bila menggunakan
sistem setoran. Di mana penumpang harus mencapai minimal sekian persen
yang seringkali baru bisa tercapai dengan ngetem lebih lama. Padahal
jumlah armada di trayek ini 330 unit.
LANGKAH PENCEGAHAN dan PENINDAKAN
Banyak pihak sudah memperbincangkan, mendiskusikan dan merumuskan
langkah-langkah nyata untuk menstandardisasi upaya pencegahan dan
penindakan bila terdapat kasus-kasus semisal Sumber Kencono ini. Di
antaranya adalah Pemerintah Propinsi Jawa Timur, Komisi D DPRD Jawa
Timur yang membidangi transportasi, Departemen dan Dinas Perhubungan,
Kepolisian Daerah Jawa Timur, hingga media maupun masyarakat yang ikut
membantu atau bahkan memancing di air keruh. Langkah-langkah yang sudah
diambil oleh Komisi D DPRD Jatim juga sudah cukup komprehensif,
melibatkan banyak pemangku kepentingan, seperti Organda, Perusahaan,
hingga pengemudi. Hingga akhirnya keluar sanksi berupa pengurangan
armada sebanyak 40 % dari 230 armada yang berarti sebanyak 92 unit bus
tidak beroperasi tiap harinya.
Penumpang Dirugikan
Hanya sayangnya, pihak konsumen dalam hal ini penumpang yang rutin
menggunakan jasa angkutan di jalur Surabaya – Solo – Yogya, Wonogiri dan
Semarang sepertinya belum pernah diajak berbicara. Memang, keinginan
penumpang sebenarnya sederhana saja, yakni sampai di tujuan dengan
selamat, sebisa mungkin tepat waktu, nyaman, mudah didapat, tarif adil
berimbang. Kalaulah ada bonus AC yang sejuk, hiburan, jok nyaman ya
Alhamdulillah.
Kini pertanyaannya, apakah dengan pemberian sanksi pengurangan armada
sebanyak 92 unit itu menyelesaikan masalah atau malah mendatangkan
petaka baru, khususnya dari sisi penumpang ? Apakah pemerintah selaku
regulator mampu menyediakan suplai armada yang bisa mengangkut penumpang
ke tujuan ?
Jum’at malam, 6 Januari 2012, beberapa hari setelah disebutkan sanksi
tersebut di media, armada bus yang berangkat dari Bungurasih menjadi
langka. Ini diperparah dengan kondisi bahwa setiap malam libur (Jumat
& Sabtu malam) jumlah penumpang naik drastis karena mudik mingguan.
Bus yang biasanya selalu tersedia 2 – 3 armada di jalur antrian,
menjadi hilang. Hingga lebih dari 30 menit menunggu dan penumpang
berjubel membuat semakin tidak nyaman karena harus berebut. Padahal
biasanya hal ini hanya terjadi pada waktu libur panjang akhir pekan (3
hari). Lagi-lagi penumpang dirugikan oleh regulator.
Himbauan
Saya selaku pengguna rutin jalur Surabaya – Solo – Yogyakarta
mengajak kepada pihak-pihak yang terkait, apabila akan merumuskan suatu
tindakan yang berdampak kepada masyarakat agar dipertimbangkan
matang-matang. Kesediaan untuk merasakan langsung bagaimana pelayanan
diberikan dengan menaiki bus tersebut akan lebih memberikan sense yang
tidak didapat bila tidak menggunakannya secara langsung.
Contohlah Dahlan Iskan, menteri BUMN yang bersedia naik ke KRL
berdesakan di gerbongnya, bahkan akan naik ke atap gerbong untuk
merasakan sendiri bagaimana kualitas pelayanan KRL Jabodetabek yang akan
dibenahi jajaran kementrian BUMN.
Tidak dipungkiri peran pengemudi cukup besar dalam hal ini, dan saya
menghimbau pengemudi bus Sumber Kencono agar selalu hati-hati dan penuh
perhitungan yang matang dalam mengemudi. Keselamatan penumpang dan
anda menjadi hal yang paling utama, keluarga menunggu di rumah.
Dan kepada manajemen Sumber Kencono, agar dibenahi sikap pengemudi
terlebih yang kurang matang memperhitungkan gaya mengemudi. Saya rasakan
ke sini pelayanan kru sudah semakin membaik, lebih sabar dalam
melayani, dan tidak terburu-buru khususnya waktu menaikturunkan
penumpang. Tetap pertahankan pelayanan yang prima, dan sebisa mungkin
jangan mengurangi jumlah armada yang beroperasi.
Kepada pengelola armada bus yang lain di seluruh Indonesia, contohlah
hal-hal positif yang sudah dilakukan oleh Sumber Kencono. Manjakan
penumpang dengan pelayanan sepenuh hati. Buatlah sistem dan tarif yang
adil. (SON)
Penulis adalah Alumni Teknik Penerbangan, Institut Teknologi Bandung,
tinggal di Juanda Sidoarjo, sering menggunakan bus Sumber Kencono,
hobi naik bus dan ngeblog di
http://mukhlason.wordpress.com.
*disclaimer : mengutip tanpa merubah isi tulisan dari http://mukhlason.wordpress.com/2012/01/14/belajar-kepada-sumber-kencono/